Cerita mini ini sebenarnya pernah dikirim ke koran Fajar, pernah dapat telfon dari redaksi tentang rencana
pemuatan. Tapi sayangnya dokumentasi tidak saya dapatkan karena gak dapat korannya :) . Dimuat disini aja.. Happy reading
Mengagumi tidaklah menyesakkan, sebab
yang kutahu ini indah. Seindah langit senja yang terus dipandanginya dari tepi
pantai. Aku berdiri tak jauh di belakang, menatap bayang wanita pengagum senja
ini tanpa lelah. Angin petang membawa rambut sebahunya melambai tak beraturan.
Sebagai pria yang tak dikenal, aku leluasa memandanginya. Mengagumi bayang dengan
mudah adalah caraku menikmati senja.
Setiap sore ia pasti akan datang.
Dengan cara yang sama, berdiri tegak, mengangkat sedikit dagunya, dan menatap
lurus ke surya yang akan tenggelam. Mungkin baginya kemerahan coklat di langit
itu adalah permata terindah. Hinga pandangannya tidak pernah menengok ke kiri
atau kanan. Ia hanya berteman dengan ombak pantai.
Aku menatap dari kaca kafe tepat di seberang
jalan. Setiap kemunculannya, cafe selalu kehilangan manajer. Sebab, aku pasti
berlari mendekat. Walau tak sedekat dapat menjulurkan jemari.
Ketika laut menelan habis potongan
matahari yang remang itu, selalu saja seorang pria datang menjemput. Dengan
mobil putih ia membukakannya pintu. Entah telah terikat janji suci atau belum,
yang jelas mereka terlihat begitu dekat. Hal itu pun yang membuat naluri
keberanianku menurun. Bahkan untuk berkenalan sekalipun aku tidak pernah
mencoba memulainya. Wanita berlesung pipi itu hanya dapat kupandangi saat
mendekati senja. Setelah itu, malam dan prianya seolah melarangku untuk menikmati paras ayu itu.
Satu kali, aku dibuatnya cemas tak terkira.
Malam hampir larut namun pria yang selalu menjemputnya belum juga nampak. Isi
cafe semakin penuh dan aku sesekali berhenti di depan meja penikmat kopi
memandangi kesendiriannya dari jauh.
“Apa dia masih menunggu?” Pria mobil
putih itu membuatku geram. Lama, dan waktu terus berjalan, aku tak tahan lagi.
Kulepas mampan yang kupegang sejak cafe ramai dan berjalan ke tepi pantai yang
gelap. Tanpa berkata banyak kutarik ia hingga berbalik membelakangi angin
pantai yang semakin dingin. Wanita ini tidak mengamuk. Tangannya kupegang
semakin erat menjauhi pantai. Ini kali pertama bayangannya berjalan
disebelahku. Biasanya hanya diam di hadapanku, sebatas kupandangi.
"Quila, maaf. Maaf! Kakak habis
dapat kecelakaan di jalan, jadi terlambat ngejemput kamu..." Ucapan itu
mengakhiri kisah indah yang baru saja kualami. Kulepas tangan wanita yang baru
kutahu namanya itu di ujung jalan. Kakaknya melontarkan senyum sambil berterima
kasih. Sementara Quila diam dengan senyum termanis walau sayang sedang melihat
ke arah lain. Memandang kosong ke arah lain! Apakah dia ?
Pria itu menuntun Quila dengan
hati-hati hingga menunjukkan arah mobil dengan jelas. Aku berdiri tak jauh dari
mereka. Tiba-tiba jantungku berdetak dengan cepat seusai menyelami fakta yang
kudapati. Akhirnya, kutahan kakaknya yang berjalan menuju kursi kemudi.
"Quila?" tanyaku gentar
sambil menunjuk ragu ke mata. Kakaknya mengangguk dan berjalan pergi. Mobil
beranjak, dan aku terdiam di bawah langit malam bersama bayanganku. Seolah
jantungku hampir berhenti seusai mengetahui Quila tidak bisa melihat.
Kutegaskan hatiku bahwa wanita yang mengalihkan seluruh duniaku itu tidak bisa
melihat senja.
Sore yang sama, Quila kembali. Baju
putih yang dikenakan membuatnya tidak kekurangan sesuatupun dari apa yang
dimiliki seorang wanita. Aku mendekat. Mengucapkan kata yang membuatnya tersenyum.
“Terima kasih,” ucapnya lirih. Dalam
gelap itu dia ternyata menyadari sosokku yang hadir setiap petang. Langit senja
yang kupikir dinikmatinya, ternyata hanyalah kekosongan. Aku semakin
mengaguminya ketika tahu ia tetap berdiri tegak dalam kekurangan. Tetap
bercahaya dalam kegelapan. Tetap menawan dalam kesederhanaan. Kali ini aku
tidak berdiri di belakang bayang wanita senja ini, sebab yang terjadi kami
menikmati keindahaan ciptaan Tuhan itu bersama-sama. Bahkan seolah kukirimkan
indah yang kutatap mataku ini menuju hatinya yang bersukacita walau tidak mampu
lagi menatap dunia. Dia membuatku menjadi pengagum yang istimewa.