Pages

Sabtu, 31 Desember 2016

Selamat Natal dan Tahun Baru - dari Kami : Anak Jalanan

"Anggap saja lampu-lampu jalanan di malam hari mewakili kemewahan yang dapat kami terima."
     Kembali lagi di bulan ini. Waktu terakhir di dalam satu tahun yang penuh cerita. Tinggal menghitung dentang jam dan tahun berganti. Entah mengapa banyak hal di hidup yang hanya sebatas untuk kuinginkan, kurindukan, dan bukan untuk kudapatkan. Terlalu mewah untuk memikirkannya. Anggap saja lampu-lampu jalanan di malam hari mewakili kemewahan yang dapat kami terima. Sementara gema lantunan paduan suara dari bilik gedung ibadah, cukup jadi kado sebagai tanda natal bagi anak jalanan.

          Malam yang dingin membuatku terduduk kaku di depan pintu rumah kardus. Dua adikku tertidur pulas saking lelahnya habis menjajakan koran dan buah pala. Gerimis yang turun dari gelapnya langit membuatku betah untuk berlama-lama menatap ke awan. Sesekali aku mengajak sang penghuni langit untuk berlemparan kata. Bukan tentang mengapa di rumah sepetak ini pohon natal tidak pernah berkelap-kelip. Tetapi hanya mengenai cara pembuatan ramuan yang mampu membajakan hati yang mulai rapuh.

        Sebelum ditinggalkan untuk selamanya karena bencana alam itu, bapak sudah memintaku untuk hidup dengan menutup mata, mengeraskan hati, menguatkan telinga, dan tidak memanjakan tangan. Katanya setiap orang punya porsi dan posisinya masing-masing untuk mengisi dunia. Kalau kita tidak bisa bermewah dan berhura-hura dihari-hari tertentu, itu berarti kita sedang diizinkan untuk merenungkan kesederhanaan. Kalau kita tidak berkesempatan membeli terompet tetapi mampu membuat dan menjajakannya maka disitulah sukacitanya. Kalau manisnya jagung bakar di tahun baru tidak bisa dirasakan, maka membakar dan menjualnya jauh lebih melegakan dibanding menghabiskannya.

     Tentang natal dan tahun baru, kolong jalanan layang telah menyediakan tempat strategis bagi kami. Letupan warna-warni api yang meretas di permukaan langit malam sanggup membuat mata berbinar-binar. Saat-saat inilah kami merasa menjadi orang yang paling spesial. Sebab dihadiahkan kembang api dari berbagai sudut dunia. Terasa seperti berkumpul di atas kepala kami seolah berteriak, “tetaplah semangat dan bersukacita untuk tahun yang baru!”.

     Setidaknya hidup cukup indah, kalau cara bersyukur sudah kami mengerti. Akhir kata, selamat natal dan tahun baru dari kami anak-anak yang meramaikan pinggir dan sudut jalanan kota.
           


sumber gambar : http://www.journalismfund.eu/ http://kisah-motivasi.com/

Kamis, 17 November 2016

Adakah Perbedaan yang Dapat Disamakan?


“It is not our differences that divide us. It is our inability to recognize, accept, and celebrate those differences.” - Audre Lorde

http://repressoclass.blogspot.co.id/
    Tentang waktu yang terus berputar, adakah hal yang tidak akan pernah berubah? Atau adakah sesuatu yang akan tetap sama walau berabad-abad telah sirna? Sejak awal semua memang diciptakan untuk melalui sebuah metamorfosa. Namun yang menjadi pertanyaan dapatkah setiap perbedaan yang lahir akan terus ditolerir oleh semua pihak? Apakah toleransi pada akhirnya akan berubah wujud pula? Apakah ini tentang masa yang terus berubah, atau zaman yang terus berganti, atau generasi yang lahir semakin berbeda dari sebelumnya? Di satu sisi ada yang mengatakan perbedaan itu hanya tinggal digandengkan, seperti air dan minyak walau tidak dapat disatukan tetapi dapat hidup berdampingan. Atau tentang bunga mawar, kembang sepatu, asoka, dan melati. Meskipun berkulit berbeda, namun diatur sangat indah untuk membuat taman semakin bermilai. Disisi lain ada yang berpikir perbedaan hanyalah bayangan yang hanya perlu dilewati untuk menembus suatu kenyataan bahwa kesamaan adalah yang terutama. Ada yang menegur karena seseorang melanggar batasan, lalu kemudian menilai dan menghakimi diluar dari batas eksistensinya.
“The parts of me that used to think I was different or smarter or whatever, almost made me die.” - David Foster Wallace
Jika sebuah nilai yang mencetak citra kesempurnaan mempengaruhi semua ini, dapatkah citra itu dihapuskan saja? Atau coba dikaburkan agar ketidaksempurnaan menjadi sesuatu hal yang membuat kepala tertunduk lagi dan mengatakan semua ini tentang kesalahan yang  patut untuk diperbaiki. Bukan untuk dimenangkan atau dibesar-besarkan agar sebuah konflik baru tentang ‘kebencian’ antar gelombang yang lebih besar terkuak lagi. Apakah perbedaan sebegitu sensitif untuk diperbincangkan sehingga kita harus diam saja dan menikmati jenuhnya keseragaman yang coba dibangun dalam kepalsuan. 
http://www.suarakita.org/
Kita sudah terbiasa hidup saling berdampingan. Melontarkan senyum, menghargai setiap kepercayaan yang hadir ditengah-tengah bangsa. Tidak ada yang terbersit untuk mencoba menjatuhkan ataupun menjelekkan. Kita berbagi dan bahkan bergaul dalam lingkungan yang berbeda-beda. Sampai kemudian sebuah isu negara merubah segalanya. Yang perlu dipertanyakan apakah ini akhir dari toleransi yang sudah terbangun? Atau malah ada bangunan toleransi baru yang coba dibangun untuk menyatakan kehidupan dalam keberagaman masih ada.
Kalau matahari dan bulan masih nampak sehat walau kehadirannya sangat berbeda, mengapa kita yang hidup perjengkal tampak sulit? Apakah ini hanya tentang doktrin penerimaan satu sama lainnya, atau lebih dari itu logika menjadi raja atas segala tindakan. Ada yang benar-benar mengerti sampai memilih diam. Ada pula yang sungguh memahami hingga mencoba meluruskan. Dan sayangnya ada yang tak paham lalu memprovokasi dengan cara yang dianggap benar untuk pembelaan.
Saat dunia sedang sibuk membelokkan rumus demi menemukan suatu keajaiban ilmiah baru, kita malah sibuk membelokkan isu demi pembelaan-pembelaan terhadap kebaikan yang dipaksa sama untuk semua orang. Entah untuk popularitas, kelarisan, pengalihan, atau mungkin sesuatu yang dianggap pembuktian. Dan ternyata pembuktian untuk suatu kebenaran hanya terjadi pada masa-masa tertentu. Padahal kehidupan itu berjalan perdetik.
Hal ini bukan tentang kepercayaan apa dan bagaimana ajarannya. Coba buka mata dan lihat apa yang terjadi. Antara kasih dan rasis. Antara kesalahan penggunaan bahasa dan penggunaan barang berbahaya. Antara kehancuran harga diri dan kehancuran diri. Perbedaan yang coba dibangun dari satu sudut pandang saja tidak akan menemui ujung. Segala persepsi yang muncul hanyalah sebatas persepsi dan ‘syukur-sukur’ jika tidak menimbulkan masalah baru.
 http://lama.elsam.or.id/
Adakah perbedaan yang dapat disamakan? Bahkan kesimpulan dalam diskusi kecil di kelas hanya dapat ditutup jika ada kelapangan dada untuk menerima ujungnya. Akhir dari semua, ternyata bukan perbedaan yang memisahkan. Bukan perbedaan yang membuat masalah. Hanya saja diri kita yang belum siap untuk hidup di antara perbedaan. Satu-satunya jalan hanyalah melapangkan dada. Satu-satunya yang perlu kita ketahui, ada satu kekuatan besar yang memiliki bumi, berkehendak atas dunia, dan memiliki semua yang ada dalamnya. Kehebatan yang kali ini mungkin terlupakan oleh karena hasrat untuk memenangkan sesuatu demi mendapat balasan setimpal untuk sesuatu yang dikatakan ‘pengorbanan’ dalam ukuran manusia.
“The highest result of education is tolerance” - Helen Keller
Kita semua bersaudara, bahkan tersenyum dan mengimani bahwa dunia indah dengan keberagaman  yang dihargai! Selamat Hari Toleransi! – 16 November 2016

Rabu, 13 Juli 2016

Cinta Bukan Perkara Menunggu, Tetapi Mendewasa

Tulisan ini sebenarnya diikutin Lomba tapi gak menang, Bersyukur ada wadah yang mau nampung

tulisan-tulisan amatirku selain blogku ini.

Entah kenapa suka banget sama anak tulisanku yang satu ini. Apa karena makna quotesnya? Atau

mellownya? Atau karena sambutan hangat pembacanya? Oh tidak! Yah, karena nulisnya dari hati

yang paling dalem. Hahahah..

Ini dia Linknya di Hipwee :

http://www.hipwee.com/narasi/cinta-bukan-perkara-menunggu-tetapi-mendewasa/

(Suka nulis di hipwee, apresiasinya bikin semangat nulis)




“Dia pergi bagai layangan yang putus. Sekuat apapun menarik benangnya, ia tidak akan pernah kembali. Entah ia akan terus terbang tinggi, tersangkut di dahan, menikmati terik dan senja di bagian atap rumah, atau bahkan bersanding dengan layangan lainnya, ikhlaskan saja. Angin yang nantinya membawa dia kembali tidak akan pernah membuatnya ternilai sama.”
 Seperti pohon yang mempercayakan daun-daunnya berjatuhan dihembus oleh angin. Ia sadar. Walaupun sesuatu yang telah bersamanya sekian lama. Bahkan sejak tumbuh melihat dunia dan kini telah matang, pada akhirnya berhak memilih untuk tetap bertahan atau memisah.
Hati memang pemenang dari segala keputusan wanita. Sementara logika dinomorduakan. Tidak perduli segelap apapun langit yang dipilihnya. Tetapi setidaknya ada regenerasi dari hati yang telah patah. Seperti atlet yang cedera, antara memilih berhenti dari permainan atau berbelok menjadi pelatih atlet. Hatipun diberi kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan memperbaikinya kembali.
Seberapa lama kamu mencintainya? Bagaimana eratnya kamu berupaya mengenggamnya? Seberapa buram penantian rasanya? Berapa lama lagi menyesakkan dadamu dengan ikatan yang kamu simpulkan sendiri? Di balik itu semua, sebenarnya logika berteriak.


"Sejauh mana kamu hanya mengaguminya? Seberapa sia-sia sampai kamu tidak berani untuk berpaling dari rasa itu? Seberharga apakah ia yang tepat untuk kamu jadikan penantian? Apakah itu benar-benar rasa cinta atau hanya rasa suka yang terlalu lama dipendam dalam kesesakan? Sehingga untuk melepaskannya butuh kelapangan dada. Sekuat apapun penantian cinta itu, berusahalah melepas simpulnya."
Kamu sangat berharga untuk tidak diperjuangkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang tumbuh dari hati dipaksa oleh logika. Matahari diciptakan untuk menyinari bintang-bintang. Kamu pun diciptakan untuk memberi terang pada sosok yang telah disediakan sejak awal. Jadi jangan meragu ketika terangmu hanya berkilau sepihak, sebab ada yang menanti di ujung sana. Awan-awan gelap yang berusaha membatasi pandanganmu tidak akan pernah berkuasa untuk menghentikan kilau terangmu.
Suatu hari ketika cinta yang sangat besar menenggelamkanmu dalam sebuah penantian, bersyukurlah! Waktu yang panjang memendam rasa adalah jalan terbaik untuk menyiapkan diri menemui sosok yang tepat. Mendewasa dari pembelajaran akan kesetiaan. Menerima setiap hal dengan senyum adalah respon terbaik dari goresan luka yang datang. Hanya berani menatap punggungnya akan menumbuhkan kepercayaan walaupun tidak melihatnya. Dan berdoa untuknya agar bahagia dengan kehidupan yang baru menjadi pelajaran yang paling mahal dari semuanya.
Cinta yang sebenarnya bukan menunggu. Tetapi ia bertahap. Dari merangkak hingga mampu berjalan. Dari berambut hitam hingga berambut putih. Dari satu kata menjadi seribu kata. Cinta bertumbuh mengikuti waktu dan kehidupan. Cinta berkembang menjadi matang. Dan cinta belajar dari setiap kondisi. Mendewasalah dari setiap kesakitan. Bersabarlah!
"Hujan yang membasahi pipimu sedang merencanakan pelangi di pelupuk matamu. Awan yang gelap dipandanganmu akan berpindah pada langit senja yang memancarkan beribu keindahan untuk kamu nikmati berdua dengannya. Pada cinta yang sama-sama telah dewasa."



wasa

Rabu, 20 April 2016

Apa Panggilan Hidupmu? (Book : Calling by Lie Sang Guan)

  
 "Tujuan utama hidup kita adalah Mengembalikan semua yang kita miliki kepada Sang Pemilik Kehidupan" - Bab III

"Jika kita tidak membuka tangan kita untuk melepaskan, bagaimana tangan kita bisa terbuka untuk menerima? Jika kita diminta untuk melepaskan maka pasti akan ada hal yang lebih baik akan diberikan pada kita" - Bab VII

"Kata-kata itu tidak akan pernah hidup sampai ia dapat memberi pengaruh bagi pembacanya" 
 Awalnya cuman pengen nulis... Rasanya gatal banget jari sama otak gak pernah nulis cerpen lagi. Di tengah-tengah post sebelumnya (yg batal buat di publish) muncullah niat untuk berbagi berkat lewat buku. Yah... sebut saja quote yang dapat mengubah pandangan hidup. Yang saya rasakan selama membaca buku ini adalah.... "akhhh kenapa saya baru membaca buku ini sekarang?" Pada post ini saya akan menampilkan hal-hal yang saya garis bawahi melalui buku ini. Untuk lebih jelasnya yahhh cari saja bukunya...hehe

Calling - Lie Seng Guan

Bab I
Calling : More Than Just Dream
"Seharusnya hidup manusia adalah sebuah konser musik yang megah dan indah. Kita memainkannya dengan sepenuh hati"

Bab II
Mythos vs Facts of Calling
"Mitos said : Impian sama dengan panggilan
 Fakta said : Panggilan lebih dari impian
Panggilan itu MISI, Impian itu VISI. Panggilan akan menjadi filter ketika harus memilih Pekerjaan, Pasangan Hidup, dsb. 
Panggilan berasal dari Tuhan & untuk Tuhan"

Bab III
Discovering Your Calling
"Harga diri anda tidak akan ditentukan oleh Pendapat Orang Lain, jika kita tahu benar diri kita"
"Bagaimana mungkin orang yang masih terikat masa lalu, dapat menjalani hari ini & hari esok dengan bahagia?"
"Kemampuan untuk menjalani hidup tanpa bersungut-sungut akan membuat anda melihat hidup ini lebih indah"
"Hari ini adalah hari baru yang telah diberikan oleh Tuhan. Jika kita masih diberikan kesempatan untuk hidup sampai hari ini artinya MASIH ADA HAL BAIK YANG PERLU KITA KERJAKAN dan itu berarti hidup kita masih sangat berarti"
"Berdamai dengan hari esok berarti membuat rencana yang terbaik untuk hidup namun menyerahkan semuanya kepada sang pencipta"

Bab IV
"Menemukan panggilan merupakan proses yang tidak pernah berhenti"
"Anda menemukan panggilan lalu anda tidak melakukan apapun, maka panggilan anda tidak pernah matang , tetap kabur & tidak jelas"
"Berilah ruang untuk kegagalan & kekecewaan"


Bab V
Staring Your Calling
"Tuhan mengirimkan malaikat dalam bentuk manusia yaitu sahabat untuk membantu kita"
"The beauty of Friendship is membangun relasi yang tulus dengan semua orang yang ada di sekitar anda"

Bab VI
Living Your Calling
"Panggilan menjiwai seluruh impian, peran, aktivitas, bisnis, dan pekerjaan kita"
"Orang yang menghidupi panggilan : Melihat ke atas bersyukur, melihat ke bawah bersyukur"
"Berpikir positif yang sejati adalah ketika kita belajar melihat bagaimana rencana Tuhan buat hidup kita melalui setiap kejadian"
"Serinngkali kita kecewa karena kita mencoba meminta yang bukan merupakan hak kita"
"Orang yang menghidupi panggilan : Tidak hanya berbicara mengenai apa yang ia suka/ tidak suka, tetapi apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan. Ia akan menilai orang bukan dari tampak luarnya. Tetapi kekayaan manusia batiniah yang lebih penting"

"Ciri orang yang menghidupi panggilan"

  • Berani melawan arus  (Contoh seperti > < Membangun perumahan untuk orang kaya > < membangun perumahan untuk orang miskin)
  • Bersemangat penuh
  • Passion for people
  • Menikmati hidup (Panggilan akan membuat kita tahu mana yang penting dan tidak penting)
  • Memiliki disiplin
  • Memiliki harga diri yang benar

Bab VII
Finishing Your Calling
"Prinsip mengakhiri panggilang dengan baik :

  • Mulai dari keinginan mengakhiri panggilan dengan baik
  • Selesaikan setiap bab kehidupan dengan baik
  • Selesaikan setiap bab dengan hati yang damai
  • Tergantung hubungan dengan Tuhan dan sesama (Mengampuni adalah berdamai dengan kejadian yang pernah dialami dan dengan orang lain yang menyakiti kita)
  • Buang kebanggan diri (Terkadang manusia "menghargai" jerih payah dan kerja kerasnya dengan membanggakan diri)
  • Fokus pada yang utama
  • Menerima ada hal yang tidak bisa kita mengerti dan tidak semua hal dapat kita lakukan
  • Mengakhiri dengan baik berarti melepaskan ( Tidak ada seorang pun yang mampu mengakhiri dengan baik apabila mereka tidak belajar untuk melepaskan dan berpindah) Jika anda sudah menjalani sebuah bab kehidupan dengan baik, anda harus rela untuk berpindah ke bab berikutnya dengan melepaskan bab sebelumnya.

Bab VIII
Men in Calling
"Panggilan bukan perasaan sesaat tapi permanen"
"Hidup bukan hanya soal rutinitas"